Sabtu, 10 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS

1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. (setiyohadi, 2006)
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal).
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
Osteoporosis dibagi menjadi 3, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan osteoporosis skunder dan osteoporosis ideopatik. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebab, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang di ketahui penyebabnya dan osteoporosis ideopatik adalah osteoporosis yang rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding protein 3 (IGFBP-3)
Osteoporosis primer bisa juga dibagi menjadi dua Tipe I dan II :
  • Osteoporosis Tipe I : disebut juga osteoporosis pasca menopause, yang disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause.
  • Osteoporosis Tipe II: disebut juga osteoporosis sinelis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatioridisme skunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.
2. Patofisiologi Osteoporosis.
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetic, nutrisi pilihan gaya hidup (misalnya merokok, konsumsi kafein dan alkohol) dan aktifitas fisik mempengaruhu puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapainya puncak massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause dan pada oofrektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus secara tahun-tahun pascamenopause. Akibatnya, insiden osteoporosis lebih rendah pada pria.
Factor nutrisi memengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbs kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
Bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen (dari sumber luar) dapat menyebabkan osteoporosis. Kostikosteroid berlebihan, sindrom Cushing, hipertiroidise, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang. Derajad osteoporosis berhubungan dengan dursi kortikosteroid. Ketika terapi dihentikan atau metabolism telah diatasi, perkembangan osteoporosis akan berhenti namun retorasi kehilangan massa tulang biasanya tidak terjadi.
Keadaan medis penyerta (misalnya sindom malabsobsi, intoleransi laktosa, penyalahgunaan alcohol, gagal ginjal, gagal hepar, dan gangguan endokrin) mempengaruhi pertubuhan osteoporosis. Obat-obatan (mis. Isoniazid, heparin, tetraksilin, antasida yang mengandung aluminium, forusemide, antikonvulsan, kostikosteoid, dan suplemen tiroid) mempengaruhu penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium. Imobilitas penyumbang dan perkembangan osteoporosis. Pembentukan tulang dipercepat dengan adanya stress berat badan dan aktifitas otot. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis, atau inaktifitas umum, tulang akan diresopsi lebih cepat dari pembentukannya dan terjadilah osteoporosis.
3. Penyebab Osteoporosis.
Ada beberapa penyebab terjadinya osteoporosis :
Menurut wilkins, William, 2008 penyebab osteoporosis yaitu :
  • Osteoporosis primer
Untuk penyebab osteoporosis primer tidak diketahui namun ada beberapa factor resiko yang menyebabkan osteoporosis yaitu:
· Fungsi adrenal gonad meurun
· Kekeliruan metabolisme protein akibat defisiensi estrogen.
· Keseimbangan kalsium negative yang ringan namun berlangung lama, yang disebabkan oleh asupan kalsium yang tidak cukup
· Sering duduk dan tidak bergerak
  • Osteoporosis sekunder
· Alkoholisme
· Imobilisasi atau menggunakan tulang
· Hipertiroidisme
· Intoleransi laktosa
· Malabsorpsi
· Malnutrisi
· Ketidaksempurnaan osteogenesis
· Terapi yang berlangsung lama dengan steroid atau heparin
· Arthritis rematoid
· Penyakit kudis
· Atrofi suddeck (setempat di tangan dan kaki bawah, dengan serangan yang berulang – ulang.
  • Osteoporosis pada pria
Osteoporosis pada pria bisa diklasifikasikan dalam tiga cara yaitu :
· Primer
Idiopatik : tidak ada penyebab yang diketahui
· Sekunder
Lebih sering menyerang pria dari pada wanita ; mungkin disebabkan oleh terapi obat ( antikonvulsan, glukokortikoid, terapi heparin atau warfarin dalam waktu lama ), factor gaya hidup (alkoholisme, imobilitas, merokok ), atau kondisi medis ( gangguan GI, hiperkalsiuria, hipogonadisme, penyakit neoplastik, transplantasi organ, arthritis rheumatoid, tirotksikosis)
· Senile
Muncul setelah penderita berusia 70 tahun ; disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kehancuran tulang dengan pembentukan tulang baru, asupan kalsium dan vitamin D tidak cukup, dan aktivitas fisik kurang. (wilkins, William, 2008)
Menurut Corwin, Elizabeth J. 2009 Penyebab osteoporosis :
Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan usia, yang dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Semakin padat tulang sebelum usia tersebut, semakin kecil kemungkinan terjadi osteoporosis. Pada individu yang berusia 70-an dan 80-an, osteoporosis menjadi penyakit yang sering ditemukan.
Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan tulang pada usia decade keempat atau kelima, pada wanita penipisan tulang yang paling signifikan terjadi selama dan setelah menopause. Penurunan estrogen pascamenopause tampak sangat berperan dalam perkembangan ini pada populasi wanita lansia. Meskipun mekanisme estrogen bekerja untuk mempertahankan densitas tulang belum jelas, diperkirakan bahwa estrogen menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi osteoklas pada hormone paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen menyebabkan perubahan besar pada aktivitas osteoklas. Wanita kurus, wanita berambut terang, dan wanita yang merokok sangat rentan terhadap osteoporosis karena tulang mereka kurang padat sebelum menopause dibandingkan tulang wanita gemuk, berambut gelap, dan tidak merokok. Pria lansia kurang rentan mengalami osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang yang lebih padat daripada wanita ( sekitar 30 % ), dan kadar hormone reprodruktif tetap tinggi sampai pria mencapai usia 80-an. Akan tetapi, pria lansia memiliki tulang yang kurang padat dari pada pria yang lebih muda. Untuk pria dan wanita, penyebab lain osteoporosis adalah penurunan aktivitas fisik, dan ingesti obat tertentu, termasuk kortikosteroid dan beberapa antacid yang mengandung aluminium yang meningkatkan eliminasi kalsium. Terbukti bahwa bahkan pria dan wanita yang sangat tua dapat secara signifikan meningkatkan densitas tulang dengan melakukan aktivitas menahan beban tingkat sedang. Riwayat keluarga juga berperan dalam menentukan risiko masa depan individu. Densitas tulang terbukti menurun pada wanita menyusui walaupun kembalinya ke densitas yang mendekati normal terjadi penyepihan.
Menurut Bambang Setiyohadi ( ilmu penyakit dalam ) penyebab osteoporosis pada laki-laki
· Genetic
Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas massa tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu laki-laki yang ibunya menderita fraktur panggul, ternyata memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita fraktur vertebra. Sampai saat ini, tidak didapatkan gen spesifik yang mengatur massa tulang dan risiko fraktur pada laki-laki.
· Hipogonadisme
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya pencapaian puncak massa tulang pada laki-laki. Dalam hal ini, terapi pengganti testosterone memiliki efek yang baik untuk meningkatkan massa tulang pada laki-laki dengan hipogonadisme. Berbagai penyebab hipogonadisme pada laki-laki harus dicari pada laki-laki dengan osteoporosis,misalnya sindrom klinefelter, hipogonadisme akibat hipogonadotropin, hiperprolak-tinemia, orkitis, akibat parotitis , kastrasi dsb. Seringkali pemeriksaan hipogonadisme pada laki-laki tidak mudah dideteksi, karena ukuran testes yang tetap normal, libido yang tetap normal walaupun kadar luteinizing hormone meningkat.
· Involusi
Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan massa dan densitas tulang pada laki-laki kira-kira 3-4% perdekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun, kehilangan massa tulang lebih besar lagi , walaupun demikian tetap lebih rendah dibandingkan wanita. Resorpsi endosteal pada laki-laki, tampaknya dapat dikompensasi dengan formasi periosteal, sehingga resiko fraktur dan penurunan densitas tulang tidak sehebat pada wanita. Pada tulang trabekular, penurunan densitas massa tulang pada kedua jenis kelamin tampaknya sama, tetapi korteks tulang trabekular pada laki-laki lebih tebal dibandingkan pada wanita sehingga risiko fraktur juga lebih rendah.
· Penyakit dan obat-obatan
Berbagai penyakit , obat-obatan dan gaya hidup dapat menyebabkan osteoporosis sekunder pada laki-laki, misalnya glukokortikoid, merokok, alcohol, insufisien ginjal, kelainan gastrointestinal dan hati, hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, antikonvulsan tirotoksikosis, imobilisasi lama, arthritis rheumatoid.
· Idiopatik
Sekitar 30% osteoporosis pada laki-laki ternyata tidak diketahui secara jelas penyebabnya. Diagnosi osteoporosis idiopatik ditegakkan setelah semua penyebab yang lain dapat disingkirkan. Saat ini diduga terdapat hubungan antara osteoporosis idiopatik dengan rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding protein 3 (IGFBP-3)

4. Faktor Resiko Osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur merupakan salah satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas tulang. Setiap peningkatan umur 1 dekade setara dengan peningkatan risiko osteoporosis 1,4-1,8 kali. Ras kulit putih dan wanita juga merupakan faktor risiko osteoporosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian puncak massa tulang juga merupakan faktor risiko osteoporosis seperti sindrom Klinefelter, sindrom Turner, terapi glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, hipertiroidisme, atau defisiensi hormon pertumbuhan. Pubertas terlambat, anoreksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan yang menyebabkan amenore juga berhubungan erat dengan puncak massa tulang yang tidak maksimal. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga merupakan faktor risiko osteoporosis, oleh sebab itu harus diperhatikan masalah ini pada penduduk yang tinggal didaerah dengan 4 musim. Faktor hormonal juga berperan pada pertumbuhan tulang, termasuk hormone seks gonadal dan androgen adrenal (dehidroepandrosteron dan androstenedion). Faktor hormonal yang berhubungan dengan kehilangan massa tulang adalah hipertiroidisme dan hiperparatiroidisme. Faktor lain yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor risiko osteoporosis adalah densitas massa tulang, ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur tulang, derajat mineralisasi dan kualitas kolagen tulang.
Selain faktor risiko osteoporosis, maka risiko terjatuh juga harus diperhatikan karena terjatuh berhubungan erat dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik seperti sakit jantung, gangguan neurologik, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan sebagainya.
5. Komplikasi Osteoporosis.
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medula spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
6. Prosedur Pemeriksaan Densitas Tulang.
Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosis atau tidak.
Cara kerja alat tersebut (BMD) adalah sebagai berikut:
  • Alat yang terdiri atas satu buah scanner atau pemindai tersebut bergerak di atas seorang pasien yang hendak diperiksa kondisi tulangnya.
  • Di dalam scanner telah terpasang unit pembangkit sinar X. Sinar X yang terpancar dari unit tersebut terpancar dan akan menembus tulang dan diterima oleh ditektor Nal. Selanjutnya computer akan mengolah dan menghasilkan data berupa Average BMD, Bone Mineral Content, Risk Treshold senta T score dan Z score terkait dengan kondisi tulang pasien. Dokter yang telah terlatih dan menjadi spesialisasinya memahami semua itu.
Beberapa metode pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai densitas massa tulang (WHO Scientific Group, 2003):
1) Pemeriksaan radioisotop
a) Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200 mci, yang diperiksa pada tulang perifer radius dan calcaneus.
b) Dual Photon Absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang mempunyai energi (44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris.
2) Quantitative Computerized Tomography
Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral tulang secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dapat mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak memakai radiasi, hanya dengan lapangan magnet yang sangat kuat, tetapi pemeriksaan ini mahal dan memerlukan sarana yang banyak.
4) Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA. Bedanya pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Pemeriksaan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu SXA Single X-ray Absorbtiometry dan SXA-DEXA-Dual Energy X-Ray Absorbtiometry. Metodr ini sangat sering digunakan untuk pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai presisi dan akurasi yang tinggi.
Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa:
· Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per cm.
· Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.
· Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas pada orang seusia dan sewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score).
5) Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang perifer menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini, yang dinilai adalah kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang dengan ultra broad band tanpa risiko radiasi. Adanya elastisitas tulang membuktikan adanya kecepatan tembus gelombang dan kekuatan tulang dengan ultrasound.
7. Cara Screening Terhadap Osteoporosis.
· Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD) merupakan suatu pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang yang hendak mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosis atau tidak.
· Pemeriksaan Laboraturium seperti : Hormon Parathyroid, TSH, Calsium, Phosphate, Bone Alkali Phosphatase, Creatinin. Namun, pemeriksaan tersebut kurang spesifik untuk osteoporosis.
· Pemeriksaan Radiologis : Osteoporosis pada X Ray Konvensional baru akan terlihat bila massa tulang telah berkurang hingga 30% atau lebih.
· Bonedensitometri : Merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk mendeteksi adanya osteoporosis stadium dini. Hal ini sangat berguna untuk pengobatan pencegahan osteoporosis.

8. Penanganan dan Pencegahan Osteoporosis.
v Penanganan:
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap demenieralisasi skeletal. Terdiri atas tiga gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium ( mis. Keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
Pada menopause, terapi penggantian hormone (HRT = hormone replacement therapy) dengan estrogen dan progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah menjalani pengangkatan ovarium dan telah menjalani menopause premature dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup muda; penggantian hormone perlu dipikirkan pada pasien ini. Estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormone dalam jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit peningkatan insidensi kanker payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa payudaranya tiap bulan dan diperiksa panggulnya, termasuk usapan Papanicolaou dan biopsy endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Pengobatan lain menggunakan obat – obatan seperti kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat. Kalsitonin dapat diberikan pada individu yang mengalami osteoporosis berat. Pemberian intranasal baru – baru ini tersedia sehingga meningkatkan penggunaannya pada pasien. Obat – obatan yang dikenal sebagai bisfosfonat (mis; alendronat, risendronat, dan ibandronat) terbukti mengurangi resorspsi tulang dan mencegah pengeroposan tulang. Obat – obatan ini dalam kombinasi dengan suplemen vitamin D dan kalsium, digunakan untuk terapi dan pencegahan osteoporosis. Bisfosfonat secara signifikan meingkatkan densitas tulang terutama pada panggul dan spina, dan dapat digunakan pada osteoporosis pascamenopause dan osteoporosis akibat obat (glukokortikoid).
v Pencegahan
Merubah gaya hidup merupakan jalan terbaik untuk mencegah osteoporosis, yaitu:
· Pastikan kebutuhan kalsium mencukupi untuk diet (± 1000 - 2000mg/day sesuai usia)
· Pastikan kebutuhan vitamin D mencukupi (antara 400 – 1000 IU/hari sesuai usia)
· Jangan merokok
· Hindari minum minuman keras (alcohol)
· Olahraga
· Mengobati kondisi medis yang mendasari yang dapat menyebabkan osteoporosis
· Minimalkan atau mengubah obat yang dapat menyebabkan osteoporosis; tidak pernah berhenti minum obat apa pun tanpa berbicara dengan dokter Anda terlebih dahulu
· Jika Anda berada pada risiko tinggi untuk jatuh, pertimbangkan untuk menggunakan pelindung pinggul, yang dapat membantu mencegah patah tulang pinggul jika Anda jatuh
9. Penkes (Pendidikan Kesehatan) Pada Pasien Dengan Osteoporosis.
· Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan, dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30 – 60 menit/hari.
· Anjurkan pasien untuk menjaga asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi.
· Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada pasien yang sudah pasti osteoporosis.
· Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh, misalnya lantai yang licin, obat-obatan sedatif, dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi orthostatik.
· Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada pasien yang kurang terpajan sinar matahari atau pasien dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Jika diduga ada defisiensi vitamin D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orangtua harus diberikan. Pada pasien dengan gagal ginjal, suplementasi 1,25(OH)2D harus dipertimbangkan.
· Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan nutrisi sampai 3gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium urin > 300mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).
· Pada pasien yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang, usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
· Pada pasien arthritis reumatiod dan arthritis inflamasi lainnya, sangat penting mengatasi aktivitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang akibat arthritis inflamasi yang aktif.
· Informasikan pemberian terapi estrogen. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan kesemuanya dapat meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena osteoporosis pada panggul dan tulang punggung.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. POLA FUNGSI KESEHATAN GORDON
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya.
b. Nutrisi/ metabolic
Klien mengatakan klien makan 3 x sehari, namun untuk konsumsi makanan yang mengandung kalsium sangat rendah.
c. Pola eliminasi
Klien mengalami masalah dalam BAB yaitu mengalami konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Semenjak sakit aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan sebelum klien sakit klien jarang berolahraga.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami gangguan pola tidur karena nyeri pinggang yang dialami oleh klien
f. Pola kognitif-perseptual
Tidak dapat dikaji
g. Pola persepsi diri
Tidak dapat dikaji
h. Pola seksual dan reproduksi
Wanita yang sudah mengalami menopause.
i. Pola peran-hubungan
Klien sudah menikah dan hubungan klien dengan keluarga baik begitu juga dengan orang disekitar lingkungan rumahnya .
j. Pola manajemen koping stress
Setiap masalah yang ada mampu dipecahkan karena mekanisme koping mereka yang baik.

. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran: Composmentis
Tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan:
· Tekanan darah
· Pulse rate
· Respiratory rate
· Suhu

a. Kulit, Rambut, dan Kuku
Tidak ada lesi, warna kulit pucat, akral hangat, tidak ada oedema,.
b. Kepala dan leher
Normal
c. Mata dan Telinga
Pupil isokor , sclera biru pada penderita osteogenesis imperfekta , konjungtiva pucat. Terjadi gangguan pendengaran ( ketulian )
d. System Pernapasan
Klien mengalami masalah pada sistem pernapasan karena terjadi kelemahan otot serta kifosis progresif.
e. System kardiovaskuler
CRT > 3 dtk, karena terjadi peningkatan beban dari kerja jantung itu sendiri.
f. Payudara wanita dan pria
Normal .
g. System gastrointestinal
Penderita osteoporosis didapatkan protuberansia abdomen
h. System urinarius
System urinarius terganggu akibat imobilisasi yaitu terjadi disuria, oliguria dan bisa juga terjadi retensi urine.
i. System reproduksi wanita/pria
Bagi wanita sudah menopause
j. System saraf
Normal
k. System musculoskeletal
Pada osteoporosis biasanya ditemukan adanya patah tulang, kifosis vertebra torakalis, atau pemendekan badan,pada rikets terdapat nyeri tulang, parietal pipih, kraniotabes, penonjolan sendi kostokondral, bowing-deformity tulang-tulang panjang dan kelainan gigi.
l. System imun
Terjadi kelemahan
m. Sistem endokrin
Terjadi hipokalisemia ditandai oleh iritasi musculoskeletal , yang berupa tetani. Biasanya akan didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi IP. Pada keadaan yang laten akan didapatkan tanda chovstek dan Trosseau.
3. Pemeriksaan diagnostik Penunjang
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium ( mis. Kalsium serum, fosfat serum, fosfatse alkali, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah ) dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain ( mis. Myeloma multiple, osteomalasia, hiperparatiroidisme, keganasan ) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorpsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorptiometry (DEXA), dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
v DIAGNOSA PRIORITAS
1. Nyeri kronis bd ketidakmampuan fisik kronis dd menyatakan nyeri secara verbal, focus pada diri sendiri, keletihan, tampak melindungi bagian tubuh yang sakit.
2. Hambatan mobilitas fisik bd gangguan muskuloskletal dd postur tubuh yang tidak stabil, pergerakan lambat, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar dan halus.
3. Risiko cedera bd gangguan mobilitas.
4. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga bd kerumitan manajemen regimen terapeutik dd kegagalan untuk melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko, mengungkapkan keinginan untuk menangani penyakit.
v DIAGNOSA LAIN
1. Gangguan pola tidur bd restrain fisik akibat nyeri dd perubahan pola tidur, klien mengatakan ketidakpuasan dalam tidur , jam tidur klien kurang dari kebutuhan klien.
2. Pola napas tidak efektif bd deformitas dinding dada, hiperventilasi dd perubahan tekanan inspirasi, penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung.
3. Fatigue bd faktor fisiologis: perubahan kondisi fisik dd perubahan persepsi terhadap pola aliran energi seperti pergerakan.
4. Intoleransi aktivitas bd ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen dd dispena saat beraktivittas, menyatakan meras lemah, respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas (hipotensi).
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer bd defisit pengetahuan tentang proses penyakit:osteoporosis dd nadi lemah, perubahan karakteristik kulit( warna, kuku, sensasi dan suhu), perubahan tekanan darah ekstremitas.
6. Deficit perawatan diri: berpakaian bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan mengenakan pakaian pada bagian atas dan bawah tubuh, ketidakmampuan melepas pakaian, hambatan kemampuan untuk mengambil pakaian.
7. Deficit perawatan diri: mandi bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan mengakses kamar mandi, ketidakmampuan dalam membersihkan tubuh, ketidakmampuan dalam mengeringkan tubuh.
8. Deficit perawatan diri: makan bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan dalam mengunyah makanan, ketidakmampuan dalam menyuap makanan.
9. Deficit perawatan diri: eliminasi bd gangguan musculoskeletal dd ketidakmampuan naik ke toilet, ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi dengan tepat.
10. Bersihan jalan napas tidak efektif bd obstruksi jalan napas: peningkatan mucus dd perubahan RR, perubahan ritme pernapasan, terdapat suara napas tambahan, dipnea.
11. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit dd perubahan actual pada struktur tubuh, perasaan negatif tentang tubuh, menyatakan perasaan yang menggambarkan gangguan pada tubuh(struktur, fungsi).
12. Gangguan eliminasi urine bd infeksi saluran kemih dd disuria, sering berkemih nokturia, retensi urine.
13. Konstipasi bd faktor fisiologis: penurunan motilitas gastrointestinal dd penurunan frekuensi BAB, bising usus hipoaktif, distensi abdomen, penurunan volume feses.
14. Risiko kerusakan integritas kulit bd faktor eksterna: faktor mekanisme(tekanan), imobilisasi fisik.
15. Penurunan curah jantung bd perubahan kontraktilitas dd takikardi, palpitasi, penurunan CVP, penurunan nadi perifer.
16. Risiko jatuh bd hipotensi ortostatik, gangguan mobilitas fisik.
17. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Gastrointestinal bd anemia.
18. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan ginjal bd hipoksia.
19. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan jantung bd hipoksia jaringan jantung.
20. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd ketidakmampuan memasukan makanan dd kurang tertarik terhadap makanan, kehilangan berat badan dengan intake makanan yang tidak adekuat, BB 20% atau lebih di bawah BBI.
21. Defisit volume cairan bd kehilangan cairan aktif dd penurunan turgor kulit, penurunan urine output, membrane mukosa kering, kulit kering.
22. Ansietas bd perubahan status kesehatan dd klien tampak gelisah, cemas, penurunan kontak mata, focus pada diri sendiri.
23. Gangguan berjalan bd gangguan musculoskletal dd hambatan kemampuan berjalan dengan jarak yang di butuhkan, hambatan kemampuan dalam berjalan miring, hambatan kemampuan dalam berjalan turun, hambatan kemampuan naik tangga.
24. PK batu ginjal.
25. PK hipertensi.
26. PK fraktur patologis.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1.
Nyeri kronis bd ketidakmampuan fisik kronis dd menyatakan nyeri secara verbal, focus pada diri sendiri, keletihan, tampak melindungi bagian tubuh yang sakit.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8 jam, diharapkan nyeri klien berkurang dengan criteria hasil :
<<NOC LABEL : Pain Control>>
· Klien mampu mengenali onset nyerinya (Skala 5).
· Klien melaporkan nyerinya terkontrol (Skala 5).
· Klien mampu mendeskripsikan nyerinya (Skala 5).
<>
· Klien mampu melaporkan nyeri (Skala 5)
· Klien mampu melaporkan lama nyeri berlangsung (Skala 5)
<<NOC LABEL : Discomfort Level>>
· Klien melaporkan nyeri (Skala 5)
Klien tidak cemas (Skala 5)
<<NIC LABEL : Pain Management>>
· Lakukan pemeriksaan terhadap nyeri, seperti : Lokasi, karakteristik, onset, frekuensi, dll.
· Observasi tanda-tanda ketidaknyamanan non verbal.
· Pastikan pasien mendapatkan terapi analgesic.
· Ajarkan teknik manajemen nyeri.
<<NIC LABEL : Progressive muscle relaxation >>
· Pilihkan lingkungan yang nyaman.
· Lakukan tindakan untuk mencegah gangguan .
· Instruksikan pasien untuk menggunakan pakaian yang nyaman.
  • Intruksikan pasien menghirup napas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan.
2.
Hambatan mobilitas fisik bd gangguan muskuloskletal dd postur tubuh yang tidak stabil, pergerakan lambat, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar dan halus.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x8 jam, diharapkan mobilitas klien tidak terhambat dengan criteria hasil :
<<NOC LABEL : Ambulation >>
· Klien mampu menyangga berat badan ;skala 5
· Mampu berjalan dengan benar ;skala 5
· Berjalan dengan langkah pelan ;skala 5
· Berjalan dengan langkah sedang ;skala 5
<<NOC LABEL : Mobility >>
· Keseimbangan tubuh ; skala 5
· Cara berjalan yang benar ;skala 5
· Menggerakan otot ;skala 5
· Mampu berpindah ;skala 5
<<NOC LABEL : Balance>>
· Mempertahankan keseimbangan tubuh saat berdiri ;skala 5
· Mempertahankan keseimbangan tubuh saat duduk tanpa penyangga punggung ;skala 5
· Mempertahankan keseimbangan tubuh saat berjalan ;skala 5
<<NOC LABEL : Body Mechanics Performance>>
· Menggunakan postur berdiri dengan benar ;skala 5
· Menggunakan postur duduk yg benar ;skala 5
· Mempertahankan kekuatan otot ;skala5
<<NOC LABEL : Body Positioning : Self Initiated>>
· Mampu berpindah dari posisi tidur ke duduk ;skala 5
· Mampu berpindah dari posisi duduk ke tidur ;skala 5
· Mampu berpindah dari posisi duduk ke berdiri ;skala 5
<<NOC LABEL : Transfer Performance>>
· Mampu berpindah posisi saat berbaring ;skala 5
· Berpindah dari tempat tidur ke kursi ; skala 5
· Berpindah dari kursi ke tempat tidur ;skala 5
<<NIC LABEL : Exercise therapy : ambulation>>
· Bantu klien untuk memakai alas kaki dalam memfasilitasi berjalan dan mecegah injury
· menyediakan tempat tidur rendah, jika sesuai
· Instruksikan penggunaan alat bantu
· Bantu pasien untuk berpindah, jika diperlukan
· Instruksikan pasien tentang pergantian yang aman dan teknik ambulasi
· Bantu pasien untuk berdiri dan menetapkan jarak ambulasi
· Bantu pasien untuk menetapkan kenaikan jarak untuk ambulasi
· Menganjurkan ambulasi mandiri dengan bantuan terbatas
<<NIC LABEL : exercise therapy: Balance>>
· Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam menuntut aktivitas keseimbangan
· Evaluasi fungsi sensori
· Menyediakan lingkungan aman untuk latihan exercise
· Menyediakan alat bantu ( seperti tongkat, bantal)untuk mendukung pasien dalam latihan
· Intruksikan tentang bagaimana posisi diri sendiri, pergerakan untuk memelihara atau meningkatkan keseimbangan selama latihan atau aktivitas sehari-hari
· Bantu pasien untuk bergerak untuk posisi duduk dan stabilisasi tubuh dengan menempatkan lengan disisi tempat tidur
· Bantu untuk berdiri dari sisi ke sisi untuk menstimulasi mekanisme keseimbangan
· Monitor respon pasien dalan latihan keseimbangan.
3.
Risiko cedera berhubungan dengan gangguan mobilitas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi cedera dengan kriteria hasil :
<<NOC Label : Mobility>>
· Keseimbangan tubuh meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Gaya berjalan meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Berjalan meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Berlari meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Melompat meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Bergerak dengan mudah meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
<<NOC Label : Knowledge: Fall Prevention>>
· Pengetahuan untuk latihan mengurangi resiko jatuh meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Pengetahuan tentang strategi untuk berpindah dengan aman meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Pengetahuan tentang penggunaan alat bantu yang aman meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Pengetahuan tentang strategi untuk menjaga permukaan lantai yang aman meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
<<NIC Label : Fall Prevention>>
· Identifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat meningkatkan risiko jatuh pada lingkungan tertentu.
· Identifikasi perilaku dan faktor yang dapat mengakibatkan risiko jatuh.
· Kaji ulang riwayat jatuh bersama pasien dan keluarga.
· Monitor gaya berjalan, keseimbangan, dan level kelemahan saat pasien berpindah.
· Ajarkan pasien untuk beradaptasi dengan modifikasi cara berjalan yang disarankan.
· Bantu ambulasi pasien yang tidak stabil.
· Anjurkan pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan.
· Sediakan alat bantu untuk menstabilkan cara berjalan.
<<NIC Label : Health Education>>
· Identifikasi faktor internal dan eksternal yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko jatuh.
· Identifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan untuk pencegahan jatuh.
· Ajarkan strategi berpindah yang aman.
· Gunakan metode ceramah untuk menyampaikan informasi pencegahan jatuh dan penggunaan alat bantu berjalan semaksimal mungkin.
4.
Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga bd kerumitan manajemen regimen terapeutik dd kegagalan untuk melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko, mengungkapkan keinginan untuk menangani penyakit.
Setelah diberikan asuhan keperawatan …x24 jam diharapkan ketidakefektifan manajmen terapeutik keluarga teratasi, dengan kriteria hasil:
<<Label NOC Family Coping>>
· Menghadapi masalah keluarga (pada skala 5)
· Menangani masalah keluarga (pada skala 5)
· Melibatkan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan (pada skala 5)
· Menetapkan jadwal untuk rutinitas dan aktivitas keluarga (pada skala 5)
· Menggunakan system dukungan keluarga yang tersedia (pada skala 5)
<<Label NOC Knowledge: Treatment Regimen>>
· Mengetahui proses penyakit (pada skala 5)
· Menentukan pengobatan yang rasional (pada skala 5)
· Keluarga dapat mengetahui penentuan diet (pada skala 5)
<<Label NOC Family Function>>
· Menerima ide-ide baru dari angota (pada skala 5)
· Anggota mendukung satu sama lainnya (pada skala 5)
· Menunjukkan loyalitas anggota keluarga (pada skala 5)
<<Label NIC Case Management>>
· Membantu pasien dan keluarga dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien
· Mengajarkan pasien atau keluarga melewati sistem perawatan kesehatan
· Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pnyakitnya
· Edukasi pasien atau keluarga dalam pentingnya perawatan diri
· Mengembangkan hubungan denganpasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan perawatan.
<<Label NIC Family Process Maintenance>>
1. Mendiskusikan strategi untuk menormalisasikan kehidupn keluarga dengan anggota keluarga
2. Mendiskusikan mekanisme pendukung sosial yang ada untuk keluarga
3. Mengatur jadwal kegiatan perawatan dirumah pasien yang meminimalkan gangguan dari rutinitas keluarga.
4. Mengajakan keluarga dalam managemen waktu/ keterampilan pada saat melakukan perawatan pasien di rumah.
<<Label NIC Teaching Dissease Process>>
1. Menilai tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.
2. Menjelaskan tentang patofisiologi penyakitnya dan bagaimana kaitannya dengan anatomy dan fisiologi
3. Menanyakan kembali pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Menjelaskan tanda-tnda umum dan gejala penyakitnya.
5. Mengeksplorasi dengan pasien apa yang dia siap lakukan untuk menangani gejala penyakitnya.
6. Mengidentifikasi kemungkinan etiologi yang sesuai
7. Meberikan informasi kepada pasien tentang konsisinya
  1. Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi berikutnya atau mengontrol proses penyakit.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Evaluasi
1.
Nyeri kronis bd ketidakmampuan fisik kronis dd menyatakan nyeri secara verbal, focus pada diri sendiri, keletihan, tampak melindungi bagian tubuh yang sakit.
<<NOC LABEL : Pain Control>>
· Klien mampu mengenali onset nyerinya (Skala 5).
· Klien melaporkan nyerinya terkontrol (Skala 5).
· Klien mampu mendeskripsikan nyerinya (Skala 5).
<>>
· Klien mampu melaporkan nyeri (Skala 5)
· Klien mampu melaporkan lama nyeri berlangsung (Skala 5)
<<NOC LABEL : Discomfort Level>>
· Klien melaporkan nyeri (Skala 5)
  • Klien tidak cemas (Skala 5)
2.
Hambatan mobilitas fisik bd gangguan muskuloskletal dd postur tubuh yang tidak stabil, pergerakan lambat, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar dan halus.
<<NOC LABEL : Ambulation >>
· Klien mampu menyangga berat badan ;skala 5
· Mampu berjalan dengan benar ;skala 5
· Berjalan dengan langkah pelan ;skala 5
· Berjalan dengan langkah sedang ;skala 5
<<NOC LABEL : Mobility >>
· Keseimbangan tubuh ; skala 5
· Cara berjalan yang benar ;skala 5
· Menggerakan otot ;skala 5
· Mampu berpindah ;skala 5
<<NOC LABEL : Balance>>
· Mempertahankan keseimbangan tubuh saat berdiri ;skala 5
· Mempertahankan keseimbangan tubuh saat duduk tanpa penyangga punggung ;skala 5
· Mempertahankan keseimbangan tubuh saat berjalan ;skala 5
<<NOC LABEL : Body Mechanics Performance>>
· Menggunakan postur berdiri dengan benar ;skala 5
· Menggunakan postur duduk yg benar ;skala 5
· Mempertahankan kekuatan otot ;skala5
<<NOC LABEL : Body Positioning : Self Initiated>>
· Mampu berpindah dari posisi tidur ke duduk ;skala 5
· Mampu berpindah dari posisi duduk ke tidur ;skala 5
· Mampu berpindah dari posisi duduk ke berdiri ;skala 5
<<NOC LABEL : Transfer Performance>>
· Mampu berpindah posisi saat berbaring ;skala 5
· Berpindah dari tempat tidur ke kursi ; skala 5
· Berpindah dari kursi ke tempat tidur ;skala 5
3.
Risiko cedera berhubungan dengan gangguan mobilitas.
<<NOC Label : Mobility>>
· Keseimbangan tubuh meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Gaya berjalan meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Berjalan meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Berlari meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Melompat meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Bergerak dengan mudah meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
<<NOC Label : Knowledge: Fall Prevention>>
· Pengetahuan untuk latihan mengurangi resiko jatuh meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Pengetahuan tentang strategi untuk berpindah dengan aman meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Pengetahuan tentang penggunaan alat bantu yang aman meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
· Pengetahuan tentang strategi untuk menjaga permukaan lantai yang aman meningkat menjadi skala 4. (skala 1-5)
4.
Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga bd kerumitan manajemen regimen terapeutik dd kegagalan untuk melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko, mengungkapkan keinginan untuk menangani penyakit.
<<Label NOC Family Coping>>
· Menghadapi masalah keluarga (pada skala 5)
· Menangani masalah keluarga (pada skala 5)
· Melibatkan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan (pada skala 5)
· Menetapkan jadwal untuk rutinitas dan aktivitas keluarga (pada skala 5)
· Menggunakan system dukungan keluarga yang tersedia (pada skala 5)
<<Label NOC Knowledge: Treatment Regimen>>
· Mengetahui proses penyakit (pada skala 5)
· Menentukan pengobatan yang rasional (pada skala 5)
· Keluarga dapat mengetahui penentuan diet (pada skala 5)
<<Label NOC Family Function>>
· Menerima ide-ide baru dari angota (pada skala 5)
· Anggota mendukung satu sama lainnya (pada skala 5)
· Menunjukkan loyalitas anggota keluarga (pada skala 5)

DAFTAR PUSTAKA

Setiyohadi, Bambang. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
McCloskey,Joanne.2004.Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition St.Louis Missouri:Westline Industrial Line
Misnadiarly. 2007. OSTEOPOROSIS Jakarta: Pustaka Obor Populer
Moorhead,Sue.2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition St.Louis Missouri:Westline Industrial Line
Price, Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Rubenstein, David, dkk. 2005. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Alih bahasa, dr. Annisa Rahmalia. Editor edisi bahasa Indonesia, Amalia Safitri. Ed.6. Jakarta: Erlangga
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC.
Sudoyo W,Aru.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.Jakarta:Pusat Penerbitan Depatement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sustrani, Lanny, Syamsir Alam, Iwan hadibroto.OSTEOPOROSIS.2007. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Wilkins, Williams, Lippincot. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Cerakan I. PT.Indeks. Jakarta






Tidak ada komentar:

Posting Komentar